JAMBI-Ada sebuah ketimpangan yang terjadi di Provinsi Jambi, besarnya penguasaan Kebun Kelapa sawit yang
dimiliki oleh Perusahaan menimbulkan permasalahan seperti Bom Waktu yang akan meledak, berawal dari pemberian
izin yang tidak melibatkan masyarakat, pengukuran yang tidak melibatkan Desa , Kehadiran Perusahaan Perkebunan dan Izin Konsesi Perusahaan Perkebunan
Kelapa sawit di Provinsi Jambi sejak era 1990 sampai saat ini selalu bermasalah.
Tanah sebagai hak ekonomi setiap orang, rawan memunculkan konflik maupun sengketa. Berbagai sengketa pertanahan itu telah mendatangkan berbagai dampak baik secara ekonomi, sosial dan lingkungan.
Seperti yang terjadi di PT Agrowiyana Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi, adanya temuan lahan
kurang lebih 80 ha yang dikelola diluar HGU dan terletak didepan jalan lintas tebing tinggi dengan posisi berada di
antara HGU PT.AGROWIYANA dengan No. SK 77/HGU/BPN/1995 dengan luas 2.737 ha dan HGU PT TML.
Praktek menanam diluar HGU ini sudah dilakukan PT Agrowiyana sejak tahun 1995 dan sampai saat ini telah dilakukan replanting, praktek curang menanam diluar HGU ini sebenarnya menimbulkan kerugian secara ekonomis bagi masyarakat
terkhusus masyarakat Transmigrasi, karena lahan ini dapat dimanfaatkan untuk fasilitas maupun tanah kas desa yang
nantinya mampu memberikan nilai ekonomi bagi masyarakat luas dari pemanfaatan tanah yang selama ini dikuasai oleh
PT.Agrowiyana.
Sementara dipihak Pemerintah ada pajak yang digelapkan seluas kurang lebih 80 Hektare yang tidak dibayarkan oleh PT Agrowiyana kepada Negara baik pajak pendapatan maupun pajak atas tanah.
Hal ini memperjelas bahwa ternyata mafia tanah itu berasal dari Pihak Perusahaan itu sendiri. Namun kenyataannya selama hampir 30 Tahun sejak berdirinya agrowiyana, pemerintah tidak bersikap atas kesalahan PT Agrowiyana menanam diluar Hak Guna Usaha.
Malah hal yang sangat membuat masalah ini semakin rumit adalah PT Agrowiyana dengan beraninya melakukan replanting diluar HGU mereka.
Nurudin dari Komite Perjuangan Reforma Agraria Jambi menyatakan atas fakta-fakta ini seharusnya ATR/BPN sebagai instansi yang memberikan HGU untuk segera menCabut HGU PT AGROWIYANA karena telah melanggar aturan PP 18 Tahun 2021 tentang mekanisme mendapatkan Tanah dan melakukan redistribusi dengan menge
balikan Tanah Masyarakat yang diluar HGU.
Nurudin juga mengatakan meminta ATR / BPN untuk mengukur ulang HGU PT Agrowiyana karena diduga masih banyak kelebihan penguasaan Tanah diluar HGU yang selama ini dilakukan dan dibiarkan oleh pihak – pihak berwajib.
Nurudin juga menyoroti pemerintah daerah yang tidak bergeming dengan kelebihan HGU tersebut, seharusnya pemkab Tanjung Jabung Barat untuk melakukan penghentian izin usaha perkebunan, karena menanam diluar HGU adalah kegiatan ilegal dan wajib Pemkab harus merespon tutupnya.(NUR)