Pelayanan Roro Bengkalis Lumpuh, Wakil Rakyat Dinilai Diam Saja
BENGKALIS— Antrean kendaraan di Pelabuhan Penyeberangan Bengkalis–Pakning kembali mengular. Di tengah terik matahari, warga harus menunggu berjam-jam untuk bisa menyeberang, lantaran hanya satu kapal Roro yang kini beroperasi. Kondisi ini menimbulkan keresahan luas di masyarakat, terlebih karena suara wakil rakyat di DPRD Bengkalis nyaris tak terdengar.
Pelayanan penyeberangan yang menjadi jalur vital penghubung Bengkalis dengan daratan Sumatera itu kini nyaris lumpuh. Dari empat armada yang seharusnya beroperasi, hanya satu kapal yang masih melayani ribuan pengguna setiap harinya. Akibatnya, kendaraan pribadi, truk logistik, bahkan ambulans terpaksa menunggu lama, sebagian warga bahkan harus bermalam di area pelabuhan demi bisa menyeberang.
Di tengah situasi sulit ini, publik mempertanyakan peran DPRD Bengkalis. Gedung dewan yang seharusnya menjadi tempat memperjuangkan aspirasi rakyat terasa sunyi dari suara pembelaan. Banyak warga menilai para wakil rakyat seolah kehilangan semangat untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat.
Kekecewaan warga semakin dalam setelah salah seorang anggota DPRD Bengkalis dari Fraksi PDIP, Zamzami, menyampaikan pernyataan yang dianggap tidak menunjukkan empati terhadap persoalan ini. Saat dimintai tanggapan oleh wartawan, ia mengatakan singkat, “Masalah Roro itu bukan ranah saya.”
Ucapan tersebut menuai reaksi negatif dari masyarakat yang berharap wakil rakyat bersikap lebih peduli terhadap persoalan yang menyangkut hajat hidup banyak orang.
“Kalau bukan urusannya dewan, lalu urusan siapa? Kami sudah berhari-hari menunggu tanpa kepastian. Sementara para anggota DPRD diam saja,” ujar Asnawi, warga Bengkalis yang mengaku sudah dua kali gagal menyeberang karena panjangnya antrean, Sabtu (1/11/2025).
Krisis Roro ini bukan hanya mempersulit mobilitas masyarakat, tetapi juga menghambat roda perekonomian daerah. Distribusi bahan pokok terganggu, harga-harga mulai merangkak naik, dan pelaku usaha kecil pun ikut terdampak. Hingga kini, belum terlihat langkah darurat baik dari pihak eksekutif maupun legislatif untuk mengatasi masalah tersebut.
“Dulu anggota DPRD dikenal vokal dan berani bersuara untuk rakyat. Sekarang, meninjau ke lapangan saja tidak ada. Seolah kepedulian itu sudah hilang,” ungkap Fitri, warga lainnya.
Situasi ini turut menyoroti lemahnya kinerja Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Bengkalis. Banyak pihak menilai Dishub gagal memberikan pelayanan publik yang optimal. Kritik juga datang dari kalangan mahasiswa yang menilai Kepala Dishub kurang responsif dan tidak menunjukkan langkah cepat dalam menangani krisis. Beberapa organisasi mahasiswa lokal bahkan mendesak agar Kepala Dishub Bengkalis dicopot dari jabatannya karena dianggap tidak profesional.
Sementara itu, Kepala Bidang Pelayaran Dishub Bengkalis, Edi Kurniawan, membenarkan bahwa kapal KMP Pertiwi III mengalami kerusakan mesin.
“Ya, kami menerima laporan bahwa Pertiwi III mengalami kerusakan. Jadi, dari dua armada yang sebelumnya beroperasi, kini tinggal satu kapal saja,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa masyarakat diimbau menunda keberangkatan karena antrean masih sangat panjang. “Kami sudah meminta pihak operator ALP untuk segera melakukan perbaikan. Apalagi kapal Pertiwi III ini baru selesai docking kurang dari sebulan lalu,” jelasnya.
Namun, penjelasan tersebut belum mampu meredam kekecewaan publik. Warga menilai Dishub terlalu pasif dan tidak menunjukkan langkah konkret. “Kalau terus begini, masyarakat Bengkalis akan terus jadi korban. Dishub harus bertanggung jawab, bukan hanya memberi penjelasan,” tegas Dianto, salah satu pengguna jasa penyeberangan.(er/ep)


Komentar Via Facebook :