JAMBI
Perusahaan-perusahaan yang bergerak di perkebunan kelapa sawit maupun di bidang lain di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi, menjadi sorotan karena dugaan minimnya tenaga kerja lokal bahkan hampir tidak memperkerjakan masyarakat setempat.
Mayoritas pekerja di perusahaan di wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi terlihat berasal dari luar daerah. Hal ini memicu pertanyaan tentang kepatuhan perusahan terhadap regulasi ketenagakerjaan dan kontribusinya pada masyarakat lokal.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 16 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengawasan Ketenagakerjaan mewajibkan perusahaan untuk memprioritaskan tenaga kerja lokal dalam proses rekrutmen.
Namun, kondisi di lapangan menunjukkan bahwa banyak perusahaan di wilayah Tanjab Barat lebih banyak mempekerjakan tenaga kerja dari luar daerah, sehingga menimbulkan ketidakpuasan di kalangan masyarakat setempat.
Ketidakpatuhan perusahaan-perusahaanterhadap regulasi ketenagakerjaan dan berdampak negatif pada masyarakat lokal, termasuk meningkatnya angka pengangguran dan kemiskinan. Selain itu, perusahaan yang tidak berkontribusi pada masyarakat lokal juga dapat merusak hubungan antara perusahaan dan masyarakat, sehingga berpotensi memicu konflik sosial.
Konflik antara perusahaan sawit dan masyarakat lokal bukan hal baru di Indonesia. Tercatat 241 kasus konflik agraria pada tahun 2023, dengan 12% peningkatan dari tahun sebelumnya. Konflik-konflik ini seringkali disebabkan oleh masalah lahan, penggunaan tenaga kerja, dan distribusi keuntungan yang tidak adil
Masyarakat Tanjung Jabung Barat menuntut perusahaan yang berdiri di wilayahnya untuk mematuhi regulasi ketenagakerjaan dan memprioritaskan tenaga kerja lokal. Selain itu, masyarakat juga menuntut perusahaan untuk lebih transparan dalam proses rekrutmen dan memberikan kesempatan yang adil bagi masyarakat lokal untuk bekerja di perusahaan.(Rilis/NUR)